Wenny, Megawati and Rochmani, Rochmani and Safik, Faozi PENERAPAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG MENGENAI TINDAK PIDANA RINGAN TENTANG PENCURIAN DIBAWAH DUA JUTA LIMA RATUS RIBU RUPIAH DI KOTA SEMARANG. HUMANI.
PDF
Download (3MB) |
Abstract
Banyaknya perkara-perkara pencurian ringan sangatlah tidak tepat di dakwa dengan menggunakan Pasal 362 KUHP yang ancaman pidananya paling lama 5 (lima) tahun. Perkara-perkara pencurian ringan seharusnya masuk dalam kategori tindak pidana ringan (lichte misdrijvenl) yang mana seharusnya lebih tepat didakwa dengan Pasal 364 KUHP yang ancaman pidananya paling lama 3 (tiga) bulan penjara atau denda paling banyak Rp 250,00 (dua ratus lima puluh rupiah). Namun dengan seiringnya waktu nilai Rp 250,00 sudah tidak bisa menjadi patokan karena meningkatnya harga perekonomian. Untuk itu di tahun 2012 Mahkamah agung mengeluarkan PERMA No 2 tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan tindak PidanaRingan dan jumlah denda dalam KUHP. Hal ini membuat penulis ingin mengetahui bagaimana Penerapan Surat Edaran Mahkamah Agung Mengenai Tindak Pidana Ringan Tentang Pencurian Dibawah Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah Di Kota Semarang. Permasalahan yang diangkat yaitu seperti menghitung konsep kerugian materil barang yang dicuri/dirusak oleh Pelaku dan Otoritas dari penerapan Surat Edaran Mahkamah Agung tentang pencurian di bawah dua juta lima ratus ribu rupiah di Kota Semarang. Metode yang digunakan oleh penulis dalam membuat penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris, yaitu dengan cara melakukan pemecahan masalah dengan menganalisa kenyataan praktis dalam praktek. Menurut hasil penelitian penulis, ternyata kerugian yang dianggap sebagai tindak pidana ringan berdasarkan ketentuan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2012 yaitu tidak lebih dari Rp. 2.500.000,00 dimana kerugian dari benda dihitung dari harga barang dan tidak bisa dimaknai meluas kemana-mana. Artinya hanya objeknya saja, tidak termasuk hak-hak yang melekat didalamnya, otoritas dari penerapan peraturan tersebut menjadi hak penuh majelis pengadilan karena yang mengeluarkan Perma adalah mahkamah agung, namun adanya penandatanganan Nota Kesepakatan Bersama MAHKUMJAKPOL tentang PERMA Nomor 2 Tahun 2012 antara Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia dan Kepolisan Republik Indonesia demi tercapainya sistem peradilan pidana terpadu (restoratif justice).
Item Type: | Article |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Faculty / Institution: | Fakultas Hukum |
Depositing User: | Jati Sasongko Wibowo |
Date Deposited: | 11 Dec 2019 00:52 |
Last Modified: | 11 Dec 2019 00:52 |
URI: | https://eprints.unisbank.ac.id/id/eprint/6326 |
Actions (login required)
View Item |